Hibisc Fantasy, salah satu destinasi wisata yang sempat viral di kawasan Puncak, Bogor, kini justru menjadi sorotan karena masalah perizinan. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil tindakan tegas dengan membongkar tempat wisata ini setelah ditemukan pelanggaran alih fungsi lahan dan dugaan dampak negatif terhadap lingkungan. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang memberikan izin pendirian Hibisc Fantasy?
Dari Izin hingga Dugaan Pelanggaran
Hibisc Fantasy dikembangkan oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan dari PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita) Jabar, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat. Awalnya, PT Jaswita mendapat izin untuk mengelola lahan seluas 4.800 meter persegi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa area yang digunakan mencapai 15.000 meter persegi, lebih dari tiga kali lipat dari yang disetujui.
Gubernur Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa pelanggaran ini berdampak serius, terutama terhadap ekosistem sekitar. “Banyak pelanggaran lingkungan, termasuk alih fungsi lahan dan pembangunan yang melebihi batas izin yang diberikan,” tegasnya. Selain itu, pembangunan di area resapan air disebut-sebut memperparah risiko banjir di perkampungan sekitar.
Siapa yang Beri Lampu Hijau?
Dalam kasus seperti ini, izin pembangunan biasanya melibatkan beberapa pihak, mulai dari pemerintah daerah, dinas lingkungan hidup, hingga instansi terkait lainnya. PT Jaswita, sebagai pengelola, tentu bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Pemerintah Kabupaten Bogor juga menjadi sorotan karena seharusnya mengawasi proses perizinan dan kepatuhan terhadap aturan tata ruang.
Meski begitu, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak yang terlibat mengenai bagaimana Hibisc Fantasy bisa beroperasi dengan luas lahan yang melampaui izin awal. Keberadaan BUMD di balik proyek ini juga memunculkan dugaan bahwa ada kelonggaran dalam pengawasan.
Dibongkar & Ditutup: Langkah Tegas Pemerintah
Setelah berbagai polemik mencuat, Gubernur Dedi Mulyadi akhirnya memerintahkan pembongkaran Hibisc Fantasy. “Hari ini mulai dibongkar. Lahan ini akan dikembalikan menjadi hutan untuk kepentingan konservasi,” ungkapnya. Langkah ini menegaskan bahwa pemerintah tidak segan mengambil tindakan, bahkan terhadap proyek yang dikelola oleh BUMD sendiri.
Di sisi lain, pemerintah juga menjanjikan solusi bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat penutupan ini. “Kami akan memberikan kompensasi agar mereka bisa pulang ke kampung halaman masing-masing,” tambah Dedi.
Pelajaran dari Hibisc Fantasy
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa setiap proyek pembangunan, terutama yang berada di kawasan sensitif seperti Puncak, harus mematuhi aturan yang berlaku. Pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengawasi izin lingkungan sangat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.
Kini, pertanyaan yang tersisa adalah: apakah ada pihak yang akan bertanggung jawab atas pelanggaran izin ini? Ataukah kasus ini akan berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan lebih lanjut?