Capt. Rizka Triansyah, seorang mantan pilot senior Garuda Indonesia yang telah mengabdi selama lebih dari 15 tahun, baru-baru ini mengambil keputusan radikal yang mengejutkan banyak pihak. Meskipun telah mencapai puncak karier dan diakui sebagai sosok yang profesional, ia memilih untuk mengundurkan diri demi mengejar panggilan hati yang lebih mendalam.
Di balik reputasinya sebagai pilot andalan, tersimpan sebuah dilema batin yang tak pernah ia akui secara terbuka. Selama bertahun-tahun, Capt. Rizka merasa terganggu oleh kesulitan untuk menyeimbangkan antara kewajiban profesional dan tuntutan spiritualnya sebagai seorang muslim. Ketika menjalankan tugas penerbangan, ia kerap kali harus mengesampingkan momen-momen ibadah yang sangat berarti baginya.
Meskipun sempat melaksanakan shalat di kabin pesawat, keterbatasan ruang dan waktu membuat ibadah tersebut terasa tidak khusyuk. Perasaan tidak nyaman ini berkembang seiring waktu, sehingga menumbuhkan keinginan mendalam untuk mendalami agama Islam secara lebih utuh dan autentik.
Lebih dari sekadar rutinitas ibadah, Capt. Rizka pun merasakan konflik internal ketika harus berinteraksi secara fisik dengan rekan kerja. Protokol seperti bersalaman dan kontak mata yang intens, meskipun merupakan bagian dari etika profesional, ia nilai bertolak belakang dengan prinsip-prinsip keimanannya.
Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Kasisolusi, ia mengungkapkan, “First impression itu penting, dan kita harus menyapa. Namun, saya belum bisa beradaptasi dengan kebiasaan tersebut tanpa mengorbankan nilai-nilai spiritual saya.” Ungkapan ini mencerminkan betapa dalamnya pergesekan antara kehidupan profesional dan keyakinan pribadinya.
Keputusan untuk mundur dari dunia penerbangan bukanlah hal yang mudah. Capt. Rizka telah mengukir banyak prestasi dan menjadikan profesi pilot sebagai identitas sepanjang hidupnya. Namun, ia menilai bahwa memenuhi panggilan hati dan mendekatkan diri kepada Allah jauh lebih utama daripada sekadar memenuhi ekspektasi duniawi.
Keinginannya untuk mendalami agama membuatnya mempersiapkan diri dengan serius, termasuk belajar bahasa Arab dan mempelajari ilmu keislaman secara lebih mendalam. Langkah ini menjadi bukti bahwa keputusan hijrahnya tidak semata-mata emosional, melainkan hasil pertimbangan matang dan pencarian jati diri.
Dalam upayanya untuk tetap berkecimpung di dunia penerbangan, Capt. Rizka sempat mencoba melamar posisi pilot di maskapai dari negara-negara Jazirah Arab. Namun, regulasi yang membatasi penerimaan pilot dari luar wilayah Arab menjadi hambatan tersendiri, sehingga ia harus merelakan impian itu dan membuka lembaran baru sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Keputusan untuk menjadi TKI di negeri yang identik dengan tanah suci ini bukan berarti meninggalkan kontribusi bagi bangsa. Capt. Rizka meyakini bahwa setiap langkah, sekecil apapun, tetap bisa membawa manfaat bagi Indonesia. “Saya akan tetap berkontribusi, meski dalam kapasitas yang berbeda, demi mendekatkan diri kepada Allah dan memenuhi peran saya sebagai pejuang devisa bagi negara,” ungkapnya.
Dari sudut pandang hukum dan hak asasi, keputusan Capt. Rizka juga membuka ruang diskusi mengenai kebebasan individu untuk mengikuti keyakinan dan nurani. Hak untuk memilih jalan hidup yang selaras dengan nilai-nilai spiritual seharusnya dijamin, tanpa harus mengorbankan identitas dan kontribusi profesional yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Perjalanan hijrah Capt. Rizka Triansyah merupakan cerminan nyata betapa kompleksnya dilema antara profesionalisme dan keyakinan pribadi. Keputusannya mengundurkan diri dari dunia penerbangan demi menunaikan panggilan hati menunjukkan keberanian luar biasa dalam menghadapi tantangan moral dan etika.
Pada akhirnya, kisah ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tidak ragu mengejar kehidupan yang lebih bermakna. Keberanian Capt. Rizka untuk memilih jalan yang tidak lazim, meskipun penuh risiko, menegaskan bahwa hidup yang autentik adalah hidup yang selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta
Untuk memahami lebih dalam perjalanan spiritual dan keputusan hidup Capt. Rizka, Anda dapat menonton wawancaranya berikut ini: