Para pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia tengah menghadapi polemik terkait ketentuan Bonus Hari Raya (BHR) yang ditetapkan oleh perusahaan aplikasi transportasi. Ketua Umum Garda Indonesia, Igun Wicaksono, mengungkapkan bahwa syarat untuk mendapatkan BHR dianggap memberatkan dan sulit dicapai oleh mayoritas pengemudi. Menurut Igun, para pengemudi diwajibkan menyelesaikan 250 pesanan dalam sebulan atau sekitar 10 pesanan per hari, sementara rata-rata pengemudi hanya mampu menyelesaikan lima pesanan per hari.
Igun menilai bahwa persyaratan tersebut merupakan strategi perusahaan aplikasi untuk menghindari kewajiban membayar BHR secara luas kepada pengemudi. Ia menyatakan, “Bagi kami, syarat ini merupakan akal-akalan saja dari pihak aplikator untuk menghindari membayar BHR pada keseluruhan pengemudi ojolnya, membuat syarat yang tidak akan mungkin dicapai oleh sebagian besar pengemudi ojol.”
Selain itu, Igun menyoroti bahwa potongan biaya aplikasi yang diberlakukan perusahaan mencapai 50% dari pendapatan pengemudi, padahal regulasi membatasi potongan tersebut maksimal 20%. Atas dasar ini, Garda Indonesia berencana mengajukan keluhan resmi kepada pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, dengan harapan pemerintah dapat menegur perusahaan aplikasi terkait kebijakan BHR yang dinilai memberatkan.
Menanggapi keluhan tersebut, perwakilan Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menjelaskan bahwa BHR diberikan kepada mitra yang memenuhi empat syarat, salah satunya adalah menjadi mitra aktif yang secara konsisten menerima dan menyelesaikan pesanan dalam periode tertentu. Sementara itu, Ade Mulya dari Gojek menyebutkan tiga kriteria penerima BHR, yaitu waktu aktif, tingkat kinerja, dan kepatuhan terhadap aturan perusahaan.
Perdebatan mengenai syarat BHR ini mencerminkan tantangan yang dihadapi pengemudi ojol dalam memperoleh hak-hak mereka. Diperlukan dialog konstruktif antara pengemudi, perusahaan aplikasi, dan pemerintah untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak terkait.