Jakarta – Kasus dugaan korupsi dalam impor dan ekspor minyak mentah serta produk kilang yang melibatkan anak usaha PT Pertamina semakin terungkap. Salah satu temuan utama adalah manipulasi bahan bakar minyak (BBM) berjenis RON 90 yang “disulap” menjadi RON 92 sebelum dijual ke masyarakat dengan harga lebih tinggi.
Dalam penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung), praktik ini merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa dalam impor yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga, BBM yang seharusnya berkualitas RON 92 ternyata hanya RON 90.
“Awalnya, impor dilakukan untuk BBM RON 92. Namun, faktanya yang didatangkan adalah RON 90 atau lebih rendah,” ungkap Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan.
Lebih jauh, ia mengungkap bahwa setelah BBM RON 90 tiba, pihak terkait melakukan pencampuran atau blending di depo penyimpanan agar seolah-olah kualitasnya meningkat menjadi RON 92. Padahal, proses semacam ini tidak diperbolehkan dalam standar pengolahan BBM. Akibatnya, bahan bakar yang kualitasnya tidak sesuai dengan harga jual yang ditetapkan justru beredar luas di pasaran, merugikan masyarakat dan negara.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka antara lain Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International; serta Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina Shipping.
Selain itu, ada Agus Purwono (AP) yang menjabat sebagai Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International. Dari pihak swasta, tersangka yang terlibat adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), pemilik manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Yang mengejutkan, MKAR diketahui merupakan putra dari sosok pengusaha minyak terkenal, Mohammad Riza Chalid.
Kasus ini semakin memperlihatkan betapa kompleksnya praktik korupsi di sektor energi, yang tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menurunkan kualitas bahan bakar yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kejagung terus mengembangkan penyelidikan untuk memastikan pihak-pihak yang terlibat bisa dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku.