Pernyataan mengejutkan datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyebut Sekretaris Jenderal mereka, Hasto Kristiyanto, sebagai korban dari situasi politik yang tak adil. Pihak partai mengklaim bahwa Hasto tengah menghadapi tekanan yang seolah-olah menjadikannya sebagai tahanan politik, bukan murni proses hukum.
Isu ini mencuat setelah sejumlah proses pemeriksaan dan tindakan hukum terhadap Hasto terus menjadi sorotan publik. Elite PDIP secara terang-terangan menilai bahwa situasi yang dihadapi Hasto bukan hanya persoalan hukum biasa, tetapi sudah memasuki ranah politis yang sarat kepentingan. Mereka menyebut bahwa Hasto tengah mengalami perlakuan yang tidak proporsional, seolah menjadi simbol penekanan terhadap suara partai.
“Kami menilai apa yang terjadi bukan semata proses hukum. Ini sudah menjadi bentuk tekanan politik,” ujar salah satu elite PDIP dalam keterangannya. Menurutnya, perlakuan terhadap Hasto terkesan berbeda dibanding kasus lain yang serupa, yang justru menunjukkan adanya ketimpangan perlakuan dalam sistem penegakan hukum.
Meski demikian, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari aparat penegak hukum mengenai tudingan tersebut. Pemerintah maupun lembaga hukum tetap menyatakan bahwa semua proses berjalan sesuai prosedur. Di sisi lain, berbagai pihak mulai menganalisis apakah benar kasus ini mengarah pada kriminalisasi tokoh politik atau hanya bagian dari prosedur hukum biasa yang kebetulan menimpa figur partai besar.
Isu ini pun memantik diskusi publik yang lebih luas tentang ruang demokrasi, independensi penegakan hukum, dan peran oposisi dalam dinamika politik nasional. Apakah benar Hasto hanya jadi korban dari permainan kekuasaan? Atau ada hal lain yang belum terungkap? Waktu yang akan menjawab.