
Jakarta, HI News — Rusia tampaknya tidak main-main dalam menjajaki kerja sama pertahanan dengan Indonesia. Melalui perusahaan ekspor senjata nasionalnya, Rosoboronexport, Moskwa secara terbuka menawarkan rangkaian sistem persenjataan mutakhir, termasuk jet tempur siluman generasi kelima Su‑57, dua unit Su‑35, hingga kapal selam diesel-listrik Project 636 yang dikenal sebagai kelas Kilo.

SU 57 atau disebut Felon, Pesawat Tempur Siluman Gen 5 ini, selain mumpuni perang disegala cuaca, BVR dan juga kemampuan Manuver yang lincah, makannya ditakuti oleh NATO dan sekutunya.
Informasi ini pertama kali diungkapkan dalam rangkaian persiapan menjelang Indo Defence 2025, pameran pertahanan terbesar di Indonesia. Dalam kesempatan itu, delegasi Rusia mengajukan sejumlah opsi alutsista strategis yang jarang ditawarkan ke negara nonsekutu. Hal ini menandakan bahwa hubungan pertahanan Indonesia–Rusia berada di jalur yang sangat serius.

Sistem pertahanan rudal S400 Rusia, paling ditakuti oleh Nato dan Sekutunya.
Yang paling menyita perhatian tentu tawaran Su‑57E, varian ekspor dari jet tempur siluman buatan Sukhoi. Jet ini memiliki kemampuan radar canggih AESA, mesin generasi baru dengan supercruise, serta kemampuan membawa senjata secara internal untuk menjaga visibilitas radar tetap rendah. Bila Indonesia benar-benar membeli Su-57, maka ini akan menjadi lompatan besar dalam kapabilitas tempur udara nasional.

Tak hanya udara, sektor pertahanan laut juga mendapat perhatian serius. Kapal selam kelas Kilo yang ditawarkan memiliki kemampuan operasi senyap tinggi, cocok untuk patroli strategis di kawasan perairan Indonesia yang luas dan kompleks. Ditambah dengan sistem rudal pantai seperti Bastion dengan peluru kendali Yakhont, serta sistem anti-kapal Rubezh‑ME, paket ini secara keseluruhan memperlihatkan kesiapan Rusia dalam memperkuat ketahanan maritim Indonesia.

Kapal Selam Diesel – Listrik kelas Kilo Project 636, salah satu kapal selam dengan tingkat kebisingan terendah yang dimiliki Rusia
Selain itu, Rosoboronexport juga menyebut kemungkinan transfer teknologi sebagai bagian dari kerja sama. Sejumlah alutsista, seperti korvet proyek 20382 Tigr, kapal patroli proyek 22160, hingga kapal serbu cepat BK‑16 dan BK‑10, ditawarkan dengan opsi produksi lokal. Dengan kata lain, kerja sama ini tidak berhenti di jual-beli, tetapi menyentuh industri dalam negeri dan peningkatan kapasitas SDM pertahanan.
Dari sisi strategi, penawaran Rusia ini membuka babak baru. Bukan hanya soal kecanggihan alat tempur, tapi juga posisi Indonesia sebagai mitra potensial dalam kemitraan pertahanan global yang lebih berimbang. Di tengah tekanan geopolitik antara Barat dan Timur, Indonesia tetap menjaga sikap netral-aktif. Kunjungan Presiden Prabowo ke Rusia pekan ini makin memperkuat kemungkinan bahwa negosiasi yang tengah berlangsung bukan basa-basi diplomatik biasa.
Masih terlalu dini untuk menyimpulkan hasil akhir dari tawaran ini. Namun, jika Indonesia jadi menerima paket yang ditawarkan, maka wajah kekuatan pertahanan nasional akan berubah signifikan baik di udara maupun di laut. Bukan tidak mungkin, dalam satu dekade ke depan, Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan regional yang benar-benar siap menjaga kedaulatan di tengah arus konflik yang makin kompleks. (ABS)