
Illustrasi Pimpinan P&G Menunduk meminta Maaf kepada Karyawannya.
Jakarta, HI News –Produsen barang konsumen raksasa asal AS, Procter & Gamble (P&G), berencana memangkas sekitar 7.000 karyawan dalam dua tahun ke depan. Angka ini mencakup 15% dari total tenaga kerja di divisi non-manufaktur sebagai bagian dari program efisiensi.
Langkah ini diambil sebagai respons atas tekanan biaya akibat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap negara mitra dagang. Menurut P&G, tarif tersebut telah mendorong lonjakan harga produksi dan menciptakan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi serta pasar kerja di Amerika Serikat.
Chief Financial Officer P&G, Andre Schulten, mengatakan bahwa program restrukturisasi ini diperlukan untuk memastikan kelangsungan perusahaan selama 2 hingga 3 tahun mendatang. Namun ia juga mengakui, langkah ini belum cukup untuk mengatasi tantangan jangka pendek yang dihadapi saat ini.
Saat ini P&G mempekerjakan sekitar 108.000 orang secara global. Perusahaan tengah mengalami perlambatan pertumbuhan penjualan di pasar domestik Amerika Serikat, yang merupakan pasar utamanya. Pada kuartal ketiga tahun fiskal, pertumbuhan penjualan organik hanya mencapai 1%.
P&G juga memperkirakan penurunan laba kuartal keempat sebesar 3 hingga 4 sen per saham. Untuk tahun fiskal 2026, beban akibat tarif diperkirakan mencapai US$600 juta sebelum pajak. Selain itu, biaya restrukturisasi dan efisiensi rantai pasok ditaksir mencapai US$1 miliar hingga US$1,6 miliar.
Langkah PHK ini menempatkan P&G dalam jajaran perusahaan besar AS lain seperti Microsoft dan Starbucks yang lebih dulu melakukan pemangkasan karyawan tahun ini.Pasca pengumuman PHK, saham P&G turun lebih dari 1% pada Kamis (5/6).
Sepanjang tahun 2025, saham perusahaan ini tercatat telah melemah sekitar 2%. Adapun kapitalisasi pasar P&G saat ini berada di angka US$407 miliar. (ABS)