Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menggulirkan angin segar bagi masyarakat pemilik kendaraan bermotor. Melalui program pemutihan pajak, Gubernur Jawa Barat memberikan kebijakan penghapusan sanksi administratif berupa denda pajak kendaraan yang menumpuk hingga tahun 2024. Langkah ini dinilai sebagai upaya mendorong kesadaran wajib pajak sekaligus memperkuat pendapatan daerah secara strategis dan solutif.
Program ini tidak hanya sebatas penghapusan denda, tetapi juga mencakup insentif lain seperti penghapusan bea balik nama kendaraan kedua (BBNKB II) dan pembebasan pajak progresif. Tujuannya adalah mempermudah masyarakat dalam proses legalisasi kendaraan, mendorong pemilik kendaraan untuk taat administrasi, dan menggerakkan roda perekonomian lokal melalui optimalisasi pajak daerah.
Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar, Hening Widiatmoko, program ini menjadi salah satu cara untuk menjembatani antara pelayanan publik yang humanis dan upaya peningkatan kinerja fiskal daerah. “Kami ingin hadir dengan kebijakan yang tidak sekadar menagih, tapi juga memberi ruang masyarakat untuk memperbaiki kewajiban pajaknya,” ujarnya saat peluncuran program di Bandung.
Sejumlah ekonom menilai kebijakan ini selaras dengan pendekatan pemulihan ekonomi daerah yang inklusif. Dalam situasi ekonomi yang masih dalam fase pemulihan pascapandemi, relaksasi fiskal seperti ini sangat relevan. “Jika dilakukan secara tepat sasaran, program pemutihan pajak bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat tanpa mengorbankan pendapatan daerah,” jelas Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS.
Respons masyarakat pun cukup antusias. Banyak yang memanfaatkan momen ini untuk melunasi pajak kendaraan yang selama ini tertunda. Selain menghindari denda, mereka merasa mendapat kesempatan kedua untuk menata ulang tanggung jawab administrasi tanpa tekanan. Harapannya, pendekatan serupa bisa diterapkan rutin dengan sistem yang lebih digital, efisien, dan berorientasi pada pelayanan.