
Jakarta – Anggapan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun masih melekat kuat di benak banyak siswa, guru, bahkan masyarakat umum. Padahal, klaim tersebut telah lama dibantah oleh sejumlah sejarawan, termasuk Profesor G.J. Resink, pakar hukum internasional yang pernah mengajar di Universitas Indonesia.
Dalam riset panjang yang ia lakukan hingga tahun 2013, Resink menilai bahwa pernyataan tentang penjajahan selama tiga setengah abad tersebut tidak berdasar. Penelitiannya tertuang dalam buku berjudul Bukan 350 Tahun Indonesia Dijajah, yang menjadi salah satu rujukan penting dalam upaya meluruskan sejarah nasional.
Awal Mula Anggapan

Menurut Resink, keyakinan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun berakar pada pernyataan Gubernur Jenderal Belanda, B.C. de Jonge. Dalam salah satu pidatonya, ia menyatakan, “Kami orang Belanda sudah berada di sini 300 tahun dan kami akan tinggal di sini 300 tahun lagi.”

Narasi tersebut kemudian diperkuat oleh ucapan Presiden Soekarno menjelang proklamasi kemerdekaan. Dalam pidatonya, Bung Karno menyebut, “Beratus-ratus tahun gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan itu ada naiknya dan ada turunnya.” Pernyataan tersebut, menurut Resink, lebih bersifat retoris dan bertujuan membangkitkan semangat kebangsaan, bukan catatan historis yang presisi.

Relasi Dagang yang Berubah Arah
Fakta sejarah menunjukkan bahwa kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara pada awalnya tidak dimaksudkan untuk menjajah. Cornelis de Houtman, tokoh pelayaran Belanda, baru menginjakkan kaki di Banten pada tahun 1596 dalam rangka mencari rempah-rempah, bukan membawa misi kolonial.
Kedatangan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada tahun 1602 juga lebih bersifat dagang. Meski memiliki hak istimewa dari pemerintah Belanda, VOC bukanlah kekuatan kolonial formal pada awal kemunculannya. Bahkan, sikap arogan dan kasar sejumlah anggota VOC membuat mereka ditolak dan diusir oleh penguasa lokal, seperti yang terjadi di Kesultanan Aceh.Resink menekankan bahwa masa kedatangan bangsa Eropa, termasuk Portugis dan Spanyol, lebih tepat dipahami sebagai masa interaksi dagang antarbangsa yang sederajat, bukan dominasi sepihak.
Lamanya Masa Penjajahan
Jika merujuk pada tahun 1596 sebagai titik awal keberadaan Belanda di Nusantara, maka anggapan penjajahan selama 350 tahun akan bermuara pada tahun 1945. Namun, Resink menggarisbawahi bahwa pada masa-masa awal, wilayah Nusantara masih terdiri atas kerajaan-kerajaan berdaulat. Nama “Indonesia” sendiri bahkan belum dikenal saat itu baru digunakan sekitar tahun 1850 oleh James Richardson Logan dalam tulisannya di Journal of the Asiatic Society of Bengal.
Banyak kerajaan di Nusantara, seperti Aceh dan Siak di Riau, baru benar-benar ditaklukkan Belanda menjelang abad ke-20. Artinya, klaim penjajahan yang menyeluruh atas seluruh wilayah Indonesia selama 350 tahun tidak memiliki dasar yang kuat. Secara legal, banyak kerajaan masih mempertahankan kedaulatannya hingga sekitar tahun 1910.
Penutup
Mitos tentang penjajahan Belanda selama 350 tahun kemungkinan besar terbentuk dari gabungan narasi politik kolonial, retorika perjuangan kemerdekaan, dan pengabaian terhadap keragaman kondisi historis antarwilayah di Nusantara. Upaya pelurusan sejarah seperti yang dilakukan oleh G.J. Resink menjadi penting untuk membentuk pemahaman yang lebih akurat dan kritis terhadap masa lalu. (ABS)