Jakarta — Dunia kepolisian kembali diguncang oleh kasus memalukan. Seorang mantan Kapolres Ngada, berinisial AB, kini berada di bawah sorotan tajam setelah diduga melakukan tindakan asusila terhadap empat perempuan, tiga di antaranya masih di bawah umur. Kasus ini sontak menciptakan gelombang kemarahan publik dan memicu desakan agar kepolisian bertindak transparan tanpa pandang bulu.
Polda Nusa Tenggara Timur telah resmi menetapkan AB sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan cukup bukti dari hasil pemeriksaan korban dan saksi. Dalam keterangannya, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh mantan perwira menengah tersebut terjadi saat ia masih aktif menjabat. “Kami sudah melakukan proses penyelidikan intensif dan penyidik telah mengantongi alat bukti kuat,” ujarnya.
Dugaan tindak pidana ini melibatkan korban yang usianya masih tergolong remaja, menambah kesan serius dari kasus ini. Para korban disebut mengalami trauma psikologis akibat perbuatan pelaku yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. “Ini bentuk pengkhianatan terhadap institusi dan nilai moral,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dalam pernyataannya.
Meskipun telah dicopot dari jabatannya, kasus ini menjadi sorotan karena kembali membuka pertanyaan tentang proses rekrutmen dan pengawasan internal di tubuh Polri. Publik mempertanyakan bagaimana seorang pejabat tinggi bisa melakukan tindakan keji seperti itu tanpa terendus lebih awal. “Kita perlu audit menyeluruh terhadap sistem pengawasan personel kepolisian, agar kasus serupa tak terulang,” ungkap pengamat kepolisian Bambang Rukminto.
Kini, mantan Kapolres tersebut ditahan dan dijerat pasal berlapis terkait perlindungan anak serta kekerasan seksual. Proses hukum akan berlanjut ke tahap pengadilan, dan masyarakat berharap vonis maksimal bisa diberikan agar menjadi efek jera bagi aparat yang menyalahgunakan kekuasaan. Kepolisian juga diminta tak hanya berhenti pada satu kasus, tapi membenahi sistem dari akar.