Serangan militer Israel ke Jalur Gaza masih terus berlangsung tanpa henti. Pada Kamis, 3 April 2025, serangan udara kembali menghantam sebuah sekolah di Gaza utara yang dijadikan tempat perlindungan, menewaskan sedikitnya 27 warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Ini bukan sekadar angka, melainkan nyawa dan keluarga yang hancur.
Sejak meletusnya kembali konflik besar lewat Operasi Taufan Al-Aqsa pada Oktober 2023, lebih dari 50.600 warga Palestina telah kehilangan nyawa, dan sekitar 115.063 lainnya luka-luka, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil tak berdosa. Serangan demi serangan ini membuktikan bahwa krisis kemanusiaan di Gaza belum berakhir—bahkan semakin memburuk.
Di tengah duka dan kehancuran itu, Ali Amril, Chairman Aliansi Kemanusiaan Indonesia (AKSI), mengajak umat Islam Indonesia untuk bersikap:
“Langit Gaza masih membara. Kita tidak bisa hanya menyaksikan dari layar ponsel. Saatnya bertindak. Bantu mereka dengan apa yang kita bisa—doa, suara, dan tentu saja, bantuan nyata.”
Ali Amril juga menekankan pentingnya solidaritas umat melalui platform donasi resmi AKSI: www.aksipalestinaqu.pro. Bantuan akan disalurkan dalam bentuk makanan, logistik darurat, serta kebutuhan medis yang sangat mendesak di lapangan.
Dari sisi Pemerintah Indonesia, Presiden dan Kementerian Luar Negeri RI telah menyampaikan kecaman terbuka atas tindakan brutal Israel. Pada 19 Maret 2025, Kemenlu menyebut bahwa Indonesia menentang keras serangan militer terhadap warga sipil dan meminta dunia internasional segera mengambil langkah serius.
Gaza, Simbol Luka Kolektif yang belum Sembuh
Konflik di Gaza bukan sekadar soal politik atau perebutan wilayah. Ia telah menjadi luka kolektif umat manusia—simbol keheningan dunia terhadap kejahatan yang terjadi terang-terangan. Ketika satu sekolah dihancurkan, ratusan anak kehilangan tempat berlindung. Ketika satu rumah hancur, satu generasi kehilangan harapan.
Lebih dari itu, ini adalah ujian solidaritas. Di tengah derasnya arus informasi dan media sosial, apa yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat sipil? Tidak semua orang bisa ke Gaza. Tapi semua orang bisa bertindak: menyebarkan kesadaran, berdonasi, dan mendorong pemerintah untuk terus bersuara.
Gaza adalah alarm hati nurani. Dan dunia, termasuk kita di Indonesia, tidak boleh mematikannya.