
Redmond, Washington – Sebuah ironi besar tengah berlangsung di jantung revolusi kecerdasan buatan, Microsoft, salah satu pelopor utama dalam pengembangan AI global, dikabarkan melakukan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang signifikan. Uniknya, banyak dari posisi yang dihapus kini digantikan oleh sistem AI yang dikembangkan oleh perusahaan itu sendiri.
PHK ini bukan yang pertama di industri teknologi, namun yang menjadikannya sorotan adalah fakta bahwa beberapa divisi terdampak adalah mereka yang justru terlibat dalam pengembangan dan integrasi AI. Beberapa mantan staf menyebutnya sebagai “dipaksa mundur oleh ciptaan sendiri.”
“Kami membangun fondasi untuk GPT dan Copilot, lalu perlahan mereka menggantikan peran kami dalam editorial, analitik, hingga layanan pelanggan,” ujar seorang mantan analis konten di Microsoft yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Karyawan Digantikan Copilot dan GPT
Salah satu kasus yang paling mencolok terjadi di divisi editorial Microsoft News dan MSN. Sejak 2020, Microsoft mulai mengurangi ketergantungan pada jurnalis manusia dan menggantikannya dengan sistem otomatis berbasis AI untuk mengkurasi, menyunting, dan menampilkan berita. Kini, dengan berkembangnya Copilot, asisten AI berbasis GPT yang terintegrasi di hampir semua produk Microsoft 365, dampaknya meluas ke divisi lain, dari pemasaran, dokumentasi teknis, hingga layanan bantuan.
“Copilot bisa menulis dokumentasi, membuat ringkasan rapat, bahkan menyusun draft presentasi PowerPoint dalam hitungan detik,” kata Alex Kim, mantan staf di divisi komunikasi internal. “Pertanyaannya tinggal: siapa yang butuh staf junior kalau Copilot bisa melakukan semua itu dalam sekejap?”
Efisiensi vs Etika
Bagi manajemen, langkah ini disebut sebagai bagian dari “optimalisasi sumber daya” dan “transformasi digital berbasis AI.” Namun, bagi para korban PHK, ini adalah pengkhianatan teknologi terhadap manusianya.
Microsoft tidak sendiri. Google, Amazon, hingga Meta juga melakukan pemangkasan tenaga kerja di tengah investasi besar-besaran di bidang AI. Namun, Microsoft adalah yang paling agresif dalam mengintegrasikan AI ke dalam lini produk, menjadikannya simbol dari fase baru kapitalisme teknologi: ketika manusia tak hanya menciptakan alat, tapi digantikan olehnya.
Risiko Jangka Panjang
Sejumlah pengamat memperingatkan bahwa penggantian tenaga kerja manusia dengan AI secara besar-besaran dapat menciptakan masalah sosial dan ekonomi baru. Dr. Shalini Menon, pakar etika teknologi dari Stanford, menyebutnya sebagai “lonceng peringatan.”
> “Jika perusahaan-perusahaan teknologi sekaliber Microsoft tak bisa memberi contoh keseimbangan antara efisiensi dan tanggung jawab sosial, maka kita akan melihat gelombang disrupsi yang menghantam jutaan pekerja di sektor lain.”
Apa Selanjutnya?
Ironisnya, banyak dari mantan karyawan Microsoft kini mencoba membangun usaha rintisan berbasis AI, kadang menggunakan model open-source yang mereka dulu kembangkan di perusahaan lama. Sebuah siklus yang seolah menyiratkan: jika tak bisa melawan AI, maka jadilah bagian dari ekosistemnya, sebagai pencipta baru, bukan korban.
Microsoft sendiri belum memberikan pernyataan resmi soal jumlah pasti karyawan yang terkena PHK terkait otomatisasi AI, namun di pasar tenaga kerja global, sinyalnya sudah jelas: masa depan pekerjaan tengah berubah drastis, dan tak semua orang siap menghadapinya.
