Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk turunan di PT Pertamina. Mereka terdiri dari empat pejabat Pertamina dan tiga pihak swasta yang diduga berperan dalam praktik penyimpangan tersebut. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus mengungkapkan bahwa “kerugian yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun, yang berasal dari berbagai praktik ilegal, termasuk ekspor minyak mentah yang merugikan negara, impor minyak melalui perantara, serta penyalahgunaan subsidi BBM.”
Salah satu modus yang digunakan dalam kasus ini adalah manipulasi spesifikasi minyak yang diimpor. Salah seorang tersangka diduga mengondisikan pembelian minyak dengan spesifikasi lebih rendah, yakni RON 90 (Pertalite), namun dilaporkan sebagai RON 92 (Pertamax). Selain itu, ada indikasi bahwa produksi minyak dalam negeri sengaja dikurangi melalui keputusan dalam Rapat Optimasi Hilir (OH), yang berujung pada ketergantungan lebih besar terhadap impor. “Dalam pengadaan ini, minyak yang dibeli seharusnya RON 92, tetapi faktanya yang didapat adalah RON 90 yang kemudian dicampur di depo penyimpanan agar memenuhi standar yang lebih tinggi,” jelas seorang pejabat Kejagung.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa Pertamax yang dijual di SPBU tetap sesuai standar dan bukan hasil pengoplosan. VP Corporate Communication Pertamina menegaskan bahwa “tidak ada masyarakat yang dirugikan dalam transaksi BBM di SPBU Pertamina karena setiap produk yang dijual sudah sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan.” Ia juga mengklarifikasi bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung lebih berfokus pada pengadaan dan proses impor BBM, bukan pada manipulasi produk yang dijual ke masyarakat.
Dalam upaya pengungkapan kasus ini, Kejagung telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk kediaman seorang pengusaha minyak terkenal yang diduga memiliki keterkaitan dengan salah satu tersangka. “Saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap beberapa lokasi yang diduga menjadi pusat aktivitas terkait kasus ini,” ujar Kapuspenkum Kejagung. Salah satu lokasi yang digeledah adalah sebuah kantor di Plaza Asia dan rumah pribadi di kawasan Kebayoran Baru.
Selain itu, dalam rangkaian penyelidikan ini, penyidik Kejagung juga menyita uang tunai sebesar Rp971 juta dari rumah salah satu tersangka. Uang tersebut terdiri dari berbagai mata uang, termasuk dolar Singapura, dolar AS, dan rupiah. “Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya kami untuk mengungkap aliran dana yang terkait dengan kasus ini,” kata pejabat Kejagung yang menangani kasus tersebut.
Kasus ini menjadi salah satu skandal terbesar yang menimpa sektor energi dalam beberapa tahun terakhir. Dengan jumlah kerugian yang fantastis dan dampaknya terhadap ekonomi nasional, publik menantikan langkah tegas dari penegak hukum untuk mengungkap dalang utama di balik skema ini serta memastikan keadilan bagi negara dan masyarakat.