
Cuaca Buruk dan Dampaknya pada Nelayan serta Pedagang di Pelabuhan Ratu
Pada Rabu, 16 April 2025, penulis melakukan pengamatan langsung di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Cuaca buruk dengan gelombang tinggi dan angin kencang melanda perairan selatan Jawa, menyebabkan nelayan memilih untuk tidak melaut. Akibatnya, aktivitas di dermaga pun berubah. Para nelayan yang biasanya sibuk mengisi perahu dengan jaring dan bahan bakar kini hanya duduk di tepi pantai, membenahi alat tangkap mereka sambil bersenda gurau, seolah menutupi kegelisahan akan penghasilan yang tertahan. Namun di balik canda tawa itu, kekhawatiran soal dapur tetap menyala.

Ilustrasi Nelayan yang memperbaiki Jaring sambil menunggu Laut Tenang
Fenomena ini diperkuat dengan peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan bahwa gelombang tinggi di wilayah perairan selatan Jawa Barat diperkirakan berlangsung hingga akhir April 2025. Ketinggian ombak mencapai 2,5 hingga 4 meter, bahkan bisa menembus 6 meter di wilayah Samudra Hindia. Angin kencang turut memperparah kondisi, membuat para nelayan tidak punya banyak pilihan selain menepi. Dengan masa tunggu yang tidak pasti, ketahanan ekonomi keluarga nelayan pun semakin diuji.

Ikan Melimpah Tatkala laut bersahabat
Kondisi ini secara langsung mempengaruhi pasokan ikan laut ke pasar. Penurunan drastis hasil tangkapan membuat harga ikan melonjak. Di beberapa wilayah, seperti Tuban dan Polewali Mandar, harga ikan naik mulai dari Rp5.000 per kilogram hingga dua kali lipat dari harga biasa. Di Pelabuhan Ratu sendiri, pedagang ikan mengaku kesulitan mendapatkan stok, sementara pembeli mengeluh karena ikan menjadi terlalu mahal untuk dikonsumsi sehari-hari. Bila kondisi ini berlanjut selama sepekan atau lebih, bisa dibayangkan dampaknya terhadap konsumsi masyarakat, terutama mereka yang menggantungkan gizi keluarga dari laut.
Meski mayoritas nelayan memilih bertahan di darat, tetap ada yang mencoba peruntungan dengan melaut diam-diam. Sayangnya, keberanian ini tak selalu berbuah hasil. Beberapa laporan dari daerah lain menyebutkan adanya kapal nelayan yang terguling dihantam ombak, menimbulkan korban luka. Meskipun belum ditemukan laporan kecelakaan di Pelabuhan Ratu saat pengamatan dilakukan, risiko tersebut tetap mengintai siapa saja yang nekat menantang alam.
Tidak hanya para nelayan dan pedagang ikan yang merasakan dampaknya. Sepanjang pantai Karang Hau yang biasanya dipenuhi wisatawan kini tampak lengang. Pedagang kaki lima yang menjajakan makanan laut, cinderamata, hingga penyewaan pelampung, mengalami penurunan penghasilan drastis. Beberapa bahkan memilih menutup lapaknya lebih awal karena nyaris tak ada pembeli. Sebagai salah satu titik tumpuan UMKM lokal, kondisi ini menjadi pukulan telak di tengah usaha mereka bangkit dari tekanan ekonomi sebelumnya.
Jika situasi ini terus berlangsung hingga akhir bulan, sebagaimana prakiraan BMKG, maka kerugian sosial ekonomi yang ditimbulkan tidak lagi hanya bersifat sesaat. Akan ada efek domino yang menyentuh rantai distribusi, daya beli masyarakat, hingga keberlanjutan usaha kecil yang menopang perekonomian pesisir. Dari dermaga sepi hingga pasar ikan yang lengang, Pelabuhan Ratu sedang memberi kita pelajaran: bahwa alam bukan sekadar latar belakang, tetapi aktor utama dalam kehidupan pesisir yang tak bisa diabaikan.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (Al).