Di tengah tekanan ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang makin tajam, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah cepat dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing. Kebijakan ini dinilai sebagai respons strategis atas sentimen negatif global yang memicu arus keluar modal (capital outflow) dan melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sejumlah ekonom menilai bahwa langkah BI bukan hanya reaktif, tapi juga preventif. Intervensi ini menunjukkan komitmen kuat BI dalam menjaga stabilitas moneter dan menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian nasional. Dengan cadangan devisa yang cukup dan koordinasi erat bersama pemerintah, BI diyakini memiliki ruang manuver untuk mengelola tekanan eksternal secara berkelanjutan.
Selain melakukan intervensi langsung di pasar spot, BI juga mengoptimalkan instrumen operasi moneter seperti domestic non-deliverable forward (DNDF) dan penguatan suku bunga jangka pendek. Strategi ini dipandang sebagai bentuk pengelolaan risiko yang lebih fleksibel, tanpa harus langsung menaikkan suku bunga acuan yang bisa berdampak ke sektor riil.
Langkah ini tak hanya merespons gejolak jangka pendek, tetapi juga memperkuat fondasi kepercayaan pasar terhadap ketahanan ekonomi Indonesia. Dalam konteks global yang tidak menentu akibat konflik geopolitik, suku bunga tinggi di negara maju, serta ketidakpastian ekonomi Tiongkok, stabilitas nilai tukar menjadi salah satu pilar penting menjaga pertumbuhan nasional tetap di jalurnya.
Pakar ekonomi menekankan bahwa kunci keberhasilan kebijakan ini terletak pada komunikasi yang konsisten dan transparan dari otoritas moneter kepada publik dan pelaku pasar. Dengan langkah yang tepat dan terukur, intervensi BI dapat menjadi penyangga utama bagi stabilitas ekonomi nasional.