Pada awal tahun 2025, Indonesia diguncang oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang melibatkan beberapa perusahaan besar, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Yamaha, KFC, dan Sanken. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas ekonomi dan kesejahteraan pekerja di tanah air.
PT Sritex, perusahaan tekstil ternama yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi dinyatakan pailit pada akhir Februari 2025. Akibatnya, sebanyak 10.665 karyawan terkena PHK dan saat ini tengah mengajukan klaim atas hak-hak mereka, termasuk pesangon dan Jaminan Hari Tua (JHT). Proses pencairan hak-hak ini dilakukan melalui BPJS Ketenagakerjaan, sementara pembayaran pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) masih menunggu hasil likuidasi aset perusahaan atau masuknya investor baru.
Industri alat musik juga tak luput dari dampak. Dua pabrik Yamaha divisi musik di Indonesia mengumumkan penutupan pada tahun 2025, menyebabkan 1.100 karyawan kehilangan pekerjaan. Pabrik pertama, yang dikelola oleh PT Yamaha Music Product Asia di Bekasi, akan ditutup pada akhir Maret 2025, berdampak pada 400 pekerja. Pabrik kedua, milik PT Yamaha Indonesia di Jakarta Timur, dijadwalkan tutup pada akhir Desember 2025, dengan 700 karyawan terancam PHK. Produksi kedua pabrik ini akan dialihkan ke China dan Jepang.
PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, mengalami kerugian hingga Rp558 miliar pada kuartal ketiga 2024. Akibat kondisi keuangan yang memburuk, KFC Indonesia telah menutup 47 gerai hingga September 2024, menyebabkan PHK terhadap 2.274 karyawan. Proses PHK ini menuai kritik dari serikat pekerja, yang menilai bahwa keputusan dilakukan secara sepihak tanpa komunikasi dengan pengurus serikat.
PT Sanken Indonesia, produsen elektronik asal Jepang, juga mengumumkan PHK massal pada tahun 2025. Sebanyak 400 pekerja akan terkena PHK pada Juni 2025, setelah sebelumnya 500 karyawan diberhentikan. Total pekerja yang terdampak PHK di perusahaan ini mencapai 900 orang. Mayoritas pekerja yang terkena dampak berusia 30-40 tahun, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan baru.
Menanggapi situasi ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang mengatur skema baru dalam Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Salah satu perubahan utama adalah peningkatan manfaat uang tunai yang diberikan kepada pekerja yang mengalami PHK, yaitu sebesar 60% dari upah (dengan batas maksimal Rp5 juta) selama enam bulan. Selain itu, aturan baru ini juga memberikan hak JKP kepada pekerja meskipun perusahaan menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan hingga enam bulan, selama perusahaan tersebut dalam keadaan pailit atau tutup.
Gelombang PHK massal ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan kondisi ekonomi dan kesejahteraan pekerja. Diperlukan langkah-langkah strategis dan kolaboratif antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk menghadapi tantangan ini dan memastikan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan.