Baru-baru ini, dunia kuliner dihebohkan oleh tindakan seorang food vlogger ternama, Codeblu, yang diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah pengusaha restoran. Akibat ulasan negatif yang dibuatnya, beberapa restoran mengalami kerugian signifikan hingga nyaris bangkrut. Salah satu restoran bahkan mengaku mengalami penurunan pendapatan drastis setelah mendapatkan ulasan buruk dari Codeblu.
Menanggapi situasi ini, berbagai restoran di Lampung memasang pengumuman yang melarang Codeblu untuk masuk ke tempat usaha mereka. Langkah ini diambil sebagai bentuk protes terhadap tindakan yang dianggap merugikan tersebut. “Kami tidak ingin pengalaman buruk serupa terjadi pada bisnis kami,” ujar salah satu pemilik restoran yang ikut memasang pengumuman tersebut.
Tidak hanya itu, seruan boikot terhadap Codeblu juga menggema di media sosial. Warganet ramai-ramai mengecam tindakan sang vlogger dan mendukung para pengusaha kuliner yang menjadi korban. “Influencer seharusnya memberikan ulasan yang objektif, bukan malah memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi,” tulis seorang pengguna Twitter.
Kontroversi ini juga menarik perhatian media massa. Beberapa outlet berita melaporkan bahwa Codeblu dituding menyebarkan berita palsu dan melakukan pemerasan terhadap pelaku usaha kuliner. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada klarifikasi resmi dari pihak Codeblu terkait tuduhan tersebut.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi para influencer untuk lebih berhati-hati dalam memberikan ulasan. Etika dan tanggung jawab sebagai pembuat konten harus dijunjung tinggi agar tidak merugikan pihak lain. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pakar media sosial, “Influencer memiliki pengaruh besar terhadap opini publik. Oleh karena itu, mereka harus menggunakan pengaruh tersebut dengan bijak dan bertanggung jawab.”