Sidang isbat yang digelar oleh Kementerian Agama Republik Indonesia pada Jumat, 28 Februari 2025, akhirnya menetapkan bahwa 1 Ramadan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Keputusan ini didasarkan pada hasil pengamatan hilal di berbagai titik di Indonesia. Namun, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, proses rukyatul hilal tidak selalu berjalan mulus. Perbedaan hasil pengamatan di beberapa provinsi turut memengaruhi dinamika penetapan awal Ramadan.
Hasil Pengamatan Hilal di Berbagai Provinsi
Berikut adalah beberapa provinsi di Indonesia yang menjadi lokasi pemantauan hilal dan hasil pengamatannya:
1. Aceh
Pengamatan hilal di Aceh menunjukkan hasil yang positif. Hilal teramati dengan ketinggian lebih dari 3 derajat dan elongasi di atas 6,4 derajat. Sesuai dengan kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), hilal dinyatakan terlihat, sehingga awal Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025.
2. Sumatera Selatan
Di Palembang, upaya rukyatul hilal terkendala kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Meskipun secara hisab posisi hilal memungkinkan untuk dirukyat, pengamatan langsung tidak berhasil dilakukan karena cuaca berawan. Kepala Kanwil Kementerian Agama Sumatera Selatan, Syafitri Irwan, menyatakan, “Walaupun hilal pada sore ini ada kemungkinan dapat dirukyat, namun untuk Kota Palembang tidak dapat dirukyat karena pengaruh cuaca.”
3. Jawa Tengah
Pengamatan hilal dilakukan di enam titik: Pemalang, Jepara, Kota Semarang, Rembang, Brebes, dan Purworejo. Sayangnya, di semua lokasi tersebut hilal tidak berhasil diamati secara langsung. Namun, berdasarkan perhitungan hisab, posisi hilal sudah memenuhi kriteria imkanur rukyat, sehingga awal Ramadan tetap ditetapkan pada 1 Maret 2025.
4. Jawa Timur
Jawa Timur menjadi provinsi dengan titik rukyatul hilal terbanyak di Indonesia. Namun, laporan dari berbagai lokasi menunjukkan bahwa hilal tidak dapat diamati karena tertutup awan tebal.
5. Sulawesi Barat
Pengamatan di Mamuju mengalami kendala serupa. Kondisi cuaca mendung mengakibatkan hilal tak tampak secara visual, meskipun secara perhitungan ketinggian bulan sudah memenuhi syarat 3 derajat, namun elongasinya masih rendah, hanya 5 derajat.
6. Kepulauan Bangka Belitung
Di Kabupaten Belitung, pemantauan hilal juga tidak membuahkan hasil. Meskipun cuaca cukup cerah, awan tebal di ufuk barat menghalangi pandangan. Plt Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Belitung, Suyanto, mengatakan, “Berdasarkan hasil pengamatan, hilal tidak terlihat karena tertutup awan yang bergumpal.”
7. Bali, NTB, dan NTT
Hilal juga tidak tampak di tiga provinsi ini. Pengamat di beberapa titik melaporkan kondisi langit berawan, yang menyebabkan hilal gagal terlihat.
8. DKI Jakarta
Pengamatan hilal dilakukan di beberapa lokasi, termasuk Observatorium Bosscha. Namun, langit berawan menghambat observasi langsung. Perhitungan astronomi menunjukkan bahwa hilal sudah di atas ufuk dengan ketinggian antara 3° 5,91′ hingga 4° 40,96′, sehingga keputusan pemerintah tetap menetapkan awal Ramadan pada 1 Maret 2025.
9. Sumatera Barat
Di Padang, tim falakiyah melakukan rukyatul hilal, tetapi hilal tidak berhasil diamati secara langsung. Berdasarkan metode hisab, posisi hilal sudah memenuhi kriteria, sehingga awal Ramadan tetap ditetapkan pada 1 Maret 2025.
10. Kalimantan Timur
Pengamatan di Samarinda dan Balikpapan juga gagal menunjukkan keberadaan hilal akibat kondisi cuaca yang kurang mendukung. Namun, hisab tetap dijadikan dasar dalam sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan.
Perbedaan Penetapan oleh Ormas Islam
Seperti tahun-tahun sebelumnya, meskipun pemerintah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025, beberapa organisasi masyarakat (ormas) Islam memiliki cara tersendiri dalam menentukan awal puasa.
Muhammadiyah, yang menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, telah menetapkan awal Ramadan pada tanggal yang sama, jauh sebelum sidang isbat digelar. Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) lebih mengedepankan metode rukyatul hilal. Karena pemerintah menggunakan metode yang sama dengan NU, maka tahun ini keduanya sepakat dengan hasil sidang isbat.
Meski demikian, perbedaan metode ini sering kali menimbulkan perbedaan awal Ramadan di Indonesia. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftachul Akhyar, mengatakan, “Perbedaan dalam penentuan awal Ramadan seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan harus disikapi dengan saling menghormati metode masing-masing.”
Kesimpulan
Sidang isbat kembali menjadi momen yang dinantikan banyak pihak dalam penentuan awal Ramadan. Perbedaan hasil pengamatan hilal di berbagai provinsi menunjukkan bahwa kondisi cuaca menjadi faktor utama dalam observasi langsung. Meski demikian, kesepakatan antara pemerintah dan ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU menunjukkan adanya keselarasan dalam penetapan 1 Ramadan tahun ini.
Walaupun sering kali terjadi perbedaan, umat Islam di Indonesia diharapkan tetap menjaga kebersamaan dan saling menghormati keputusan yang diambil oleh masing-masing pihak. Ramadan, bagaimanapun, adalah bulan penuh berkah yang seharusnya dijalani dengan kekhusyukan dan kebersamaan.