Dinamika politik dan hukum di Indonesia kembali menyajikan kejutan. Dua nama yang pernah saling berseberangan dalam kasus besar Ferdy Sambo, Febri Diansyah dan Ronny Talapessy, kini duduk bersama dalam satu tim. Keduanya bergabung di Tim Hukum Nasional untuk menghadapi gugatan judicial review Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Perpaduan ini seolah menjadi plot twist yang tak disangka oleh publik.
Diketahui, Febri Diansyah sebelumnya menjadi salah satu penasihat hukum Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Sementara itu, Ronny Talapessy dikenal sebagai pengacara dari pihak keluarga korban, yang cukup vokal dalam proses hukum tersebut. Pertemuan mereka dalam satu barisan tim hukum kini pun memunculkan beragam reaksi di ruang publik.
“Semua orang punya peran dan dinamika dalam perjalanan profesinya. Hari ini kita bersama untuk memperjuangkan konstitusi,” ujar Febri saat dikonfirmasi wartawan setelah pengumuman resmi pembentukan tim. Kehadiran mereka dalam satu tim dianggap sebagai sinyal bahwa dalam dunia hukum, kepentingan profesional bisa menjembatani perbedaan masa lalu.
Ronny pun menegaskan bahwa kerja sama ini tidak berangkat dari sejarah masa lalu, tapi dari misi yang lebih besar untuk menjaga sistem hukum dan konstitusi negara. “Ini soal bagaimana kita menjaga marwah Mahkamah Konstitusi. Perbedaan di masa lalu bukan penghalang untuk bersatu demi kepentingan yang lebih besar,” katanya.
Fenomena bersatunya dua figur hukum dengan latar belakang yang pernah bertolak belakang ini turut menjadi sorotan para pengamat. Menurut pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, kolaborasi semacam ini mencerminkan bahwa dunia hukum bukan sekadar panggung drama personal, tetapi arena profesionalisme yang menjunjung logika dan kepentingan hukum secara utuh. Ia menambahkan, “Justru di sinilah nilai demokrasi diuji—apakah kita bisa melampaui kepentingan pribadi demi kepentingan hukum yang lebih fundamental.”
Kisah Febri dan Ronny ini menjadi bukti bahwa dalam dunia hukum, segala sesuatu bisa berubah—dan yang terpenting adalah bagaimana arah perjuangan ke depan, bukan siapa yang berdiri di sisi siapa di masa lalu.