Ketegangan memuncak di panggung politik internasional saat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terlibat perdebatan sengit dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Gedung Putih. Pertemuan yang awalnya direncanakan untuk membahas kerja sama strategis berubah menjadi ajang saling tuding, memicu reaksi beragam dari para pemimpin dunia.
Dalam pertemuan tersebut, Trump menuduh Zelensky tidak berterima kasih atas bantuan militer Amerika dan menuduhnya bermain api yang bisa memicu Perang Dunia Ketiga. Zelensky membantah keras tuduhan tersebut, menekankan bahwa Ukraina hanya berusaha mempertahankan kedaulatannya dari agresi Rusia. Perdebatan memanas hingga pertemuan berakhir lebih awal, membatalkan rencana penandatanganan kesepakatan mineral antara kedua negara.
Reaksi internasional pun bermunculan. Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menegaskan dukungan penuh untuk Ukraina dan menyatakan akan melakukan segala upaya untuk mencapai perdamaian yang adil bagi Ukraina. Sementara itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menekankan pentingnya melanjutkan sanksi terhadap Rusia dan menyatakan bahwa Rusia adalah agresor dalam konflik ini.
Di sisi lain, Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orbán, justru mendukung sikap Trump, menyoroti perpecahan pendapat di antara negara-negara Eropa mengenai isu Ukraina. Namun, mayoritas pemimpin dunia, termasuk Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, dan Presiden Moldova, Maia Sandu, menyatakan solidaritas mereka dengan Ukraina, menekankan pentingnya mempertahankan demokrasi dan kedaulatan negara tersebut.
Setelah insiden di Washington, Zelensky melanjutkan kunjungannya ke London dan disambut hangat oleh Starmer. Keduanya menandatangani perjanjian pinjaman sebesar $3,3 miliar untuk mendukung kebutuhan militer Ukraina, menunjukkan bahwa meskipun ada ketegangan dengan AS, dukungan internasional untuk Ukraina tetap kuat.
Situasi ini menyoroti dinamika kompleks dalam hubungan internasional dan bagaimana perbedaan pandangan antara pemimpin dunia dapat mempengaruhi upaya mencapai perdamaian. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, “Dunia bebas membutuhkan pemimpin baru,” mengisyaratkan perlunya kepemimpinan yang kuat dan bersatu dalam menghadapi tantangan global saat ini.