
JAKARTA — Penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) pada kendaraan bermotor menunjukkan peningkatan signifikan dalam satu dekade terakhir. Sejak program konversi kendaraan ke BBG mulai digencarkan pada tahun 2013, ribuan kendaraan pribadi dan komersial telah beralih ke energi bersih ini. Hingga 2025, jumlah kendaraan pengguna BBG diperkirakan mencapai 440.000 unit, mencakup taksi, angkot, mobil pribadi, hingga kendaraan niaga.

Ilustrasi sederhana Modifikasi Kendaraan konvensional yang ditambah tabung gas serta jalur konversinya
BBG—baik dalam bentuk gas alam terkompresi (CNG) maupun LPG non-subsidi—menjadi alternatif nyata di tengah mahalnya harga BBM dan lambatnya penetrasi kendaraan listrik. Menariknya, konversi ke BBG tidak mengharuskan pemilik mengganti mobil. Cukup dengan memasang perangkat konverter dan tabung gas, kendaraan dapat menggunakan dua jenis bahan bakar (dual fuel): BBG dan BBM.“Kalau gas habis di jalan, tinggal pindah ke mode bensin. Praktis dan tidak repot,” ujar Romi, seorang pengemudi taksi daring yang telah menggunakan BBG selama dua tahun untuk mobil Wuling Confero miliknya.

Mobil Confero milik Om Romi yang rela melepas Jok Baris Tiganya untuk dipasangkan 3 tabung Gas, agar kebutuhan BBG nya terpenuhi untuk menarik seharian tandasnya
Dalam tiga tahun terakhir, tidak terdapat laporan signifikan mengenai kecelakaan yang secara langsung disebabkan oleh sistem BBG. Hal ini tidak lepas dari peningkatan standar keselamatan instalasi serta pengawasan dari penyedia energi dan bengkel bersertifikat. PT Perusahaan Gas Negara (PGN), sebagai subholding gas dari Pertamina, melalui anak usahanya PT Gagas Energi Indonesia, terus mendorong pemanfaatan BBG di sektor transportasi. PGN menekankan bahwa BBG adalah solusi energi alternatif yang lebih bersih dan efisien, dengan emisi karbon 25 persen lebih rendah serta nol emisi sulfur (SOx) dibandingkan BBM konvensional.

BBG terbukti menjadi alternative selain ramah lingkungan juga efisien dalam penggunaannya, sehingga cost Fuel bisa ditekan sehemat mungkin, dan yang tak kalah pentingnya juga cepat pengisiannya.
Didukung oleh lembaga seperti Dewan Energi Nasional (DEN) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), BBG kini semakin diakui sebagai solusi transisi energi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga terjangkau dan realistis.“Dengan BBG, masyarakat tidak perlu menunggu atau memaksakan diri membeli mobil listrik yang mahal. Cukup modifikasi ringan, hasilnya langsung terasa,” ujar Budi Prasetyo, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM.