Oleh : Arizma Bayu Suwito, S.H. – Associate Partner Aryo Tyasmoro Law Firm
Penggunaan pengeras suara di masjid dan musala telah menjadi topik perbincangan yang signifikan di Indonesia. Sebagai alat untuk menyampaikan panggilan ibadah dan syiar Islam, pengeras suara memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim. Namun, penggunaannya yang tidak teratur dapat menimbulkan gangguan bagi masyarakat sekitar, terutama di lingkungan yang heterogen.
Pada tahun 2022, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menekankan bahwa pedoman ini bertujuan untuk meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat. Beliau menyatakan, “Penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.”
Pedoman tersebut mengatur penggunaan pengeras suara dalam dan luar ruangan. Misalnya, sebelum azan subuh, pembacaan Al-Qur’an atau salawat dapat menggunakan pengeras suara luar dengan durasi maksimal 10 menit. Setelah itu, kegiatan seperti salat, zikir, dan doa dianjurkan menggunakan pengeras suara dalam untuk menjaga kenyamanan lingkungan sekitar.
Kasus Meiliana di Tanjungbalai, Sumatera Utara, menjadi contoh nyata dampak dari ketidakseimbangan dalam penggunaan pengeras suara. Pada tahun 2016, Meiliana mengeluhkan volume azan yang dianggapnya terlalu keras. Keluhan ini memicu kerusuhan dan berujung pada vonis 18 bulan penjara bagi Meiliana atas tuduhan penistaan agama.
Kasus tersebut menimbulkan polemik di masyarakat. Sebagian pihak menilai bahwa keluhan Meiliana tidak seharusnya dianggap sebagai penistaan agama, sementara yang lain berpendapat bahwa tindakan tersebut melukai perasaan umat Islam. Perdebatan ini mencerminkan kompleksitas dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan agama.
Dalam konteks hukum, penggunaan pengeras suara diatur untuk mencegah potensi gangguan. Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978 menekankan bahwa suara yang disalurkan keluar masjid sebaiknya hanya azan sebagai tanda waktu salat. Kegiatan lain seperti doa dan zikir dianjurkan menggunakan pengeras suara dalam untuk menghormati ketenangan lingkungan.
Rektor IAIN Ponorogo, Prof. Dr. H. Syaiful Mustofa, M.Ag., menanggapi polemik ini dengan menyatakan bahwa tidak ada larangan penggunaan pengeras suara di masjid, karena itu adalah bagian dari syiar dalam agama Islam. Namun, beliau menekankan pentingnya pengaturan penggunaan pengeras suara, seperti durasi dan volumenya, untuk menjaga toleransi dan kenyamanan bersama.
Pentingnya pengaturan ini juga disoroti oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Dalam sebuah publikasi, Kemenko PMK menekankan bahwa aturan pengeras suara dibuat demi kenyamanan dan toleransi antarumat beragama. Penggunaan pengeras suara di masjid atau musala mempunyai tujuan, antara lain, mengingatkan masyarakat akan datangnya waktu salat melalui suara azan, salawat, dan bacaan Al-Qur’an.
Dalam masyarakat yang beragam, sensitivitas terhadap praktik keagamaan sangat penting. Penggunaan pengeras suara yang bijak dapat menjadi cerminan toleransi dan saling menghormati antarumat beragama. Sebaliknya, penggunaan yang tidak terkontrol dapat memicu ketegangan dan konflik sosial.
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif untuk mengikuti pedoman yang telah ditetapkan. Pengurus masjid dan musala diharapkan dapat mensosialisasikan dan menerapkan aturan penggunaan pengeras suara dengan bijak. Hal ini tidak hanya untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk menjaga harmoni sosial dalam masyarakat yang majemuk.
Sebagai penutup, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala sebaiknya disesuaikan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh otoritas terkait. Dengan demikian, diharapkan tercipta keseimbangan antara pelaksanaan ibadah dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat sekitar, sehingga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat dapat terjaga.